Langsung ke konten utama

Fayakhun Andriadi, Perilaku Pemilih Misterius di Pilkada Serentak 2015



PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015 baru saja berjalan dengan sukses. Ini prestasi politik tersendiri bagi Indonesia. Bukti semakin matangnya kita dalam berdemokrasi. Namun pada sisi lain, hajatan ini menyisakan fenomena menarik. Sebuah misteri politik yang harus kita pecahkan bersama. “Bagaimana sebenarnya perilaku politik (voters behavior) masyarakat Indonesia? Bisakah dijelaskan secara rasional dan komprehensif, tanpa ada kontradiksi dan anomali disana-sini?” tanya Fayakhun Andriadi dalam artikelnya.
Fayakhun Andriadi  menyoroti hasil hitung cepat menunjukkan bahwa ternyata isu korupsi yang menggelayuti beberapa calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada Serentak 2015 tidak mengakibatkan rendahnya hasil perolehan suaranya. Meski diterpa isu kelam korupsi di partainya atau dinasti politiknya, perolehan suara mereka tetap dominan dan berpotensi menang (berdasarkan hitung cepat). Sebagai contoh, di propinsi Banten, performa politik Dinasti Atut sepintas seperti akan hancur lebur terkena dampak kasus hukum yang menimpa Ratu Atut Chosiyah dan adiknya, TB Chaeri Wardana. Penangkapan keduanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dua tahun yang lalu, oleh sebagian besar kalangan diprediksi sebagai runtuhnya citra politik mereka di mata publik Banten. “Tapi nyatanya, pada Pilkada Serentak 2015, dinasti politik Atut tetap berhasil memenangkan beberapa calonnya. Dari empat daerah yang menggelar Pilkada Serentak di Provinsi Banten, keluarga Atut menang di tiga daerah, yakni di Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kota Tangerang Selatan,” ujar Fayakhun Andriadi.
Hal serupa juga terjadi di ranah media sosial, menurut Fayakhun Andriadi segmen yang sebenarnya identik masyarakat menengah ke atas, well educated, dan masuk kategori pemilih rasional. Menjelang Pilkada Serentak 2015 yang lalu, obrolan di media sosial sangat keras mengkritisi menyinggung soal dinasti politik Atut yang masih percaya diri untuk mencalonkan diri. Obrolan maya terutama ramai di wilayah Tangerang Selatan, daerah dengan angka melek internet (media sosial) tinggi di Provinsi Banten. “Tapi, mengapa sikap dan persepsi negatif di tingkat media sosial tersebut tidak paralel dengan pilihan politik masyarakat Tangerang Selatan sendiri? Terbukti dengan unggulnya pasangan Airin-Devnie,” ujar Fayakhun Andriadi.
Sederhananya menurut Fayakhun Andriadi: mengapa di media sosial publik mengkritisi dinasti Atut, tapi di bilik suara menjatuhkan pilihan pada paslon dari keluarga ini? Ada beberapa kemungkinan penjelasan rasional. Pertama, para netizen yang mempersepsikan negatif dinasti politik Atut dan isu korupsi partai di media sosial bukan warga Banten atau pemilih. Kedua, ada kemungkinan, kuantitas para netizen yang mengkritisi dinasti politik di media sosial tersebut jauh lebih kecil dari yang jumlah pemilih yang tidak peduli dengan persoalan dinasti politik. Ketiga, memang ada gap antara persepsi negatif publik di media sosial dengan perilaku politik mereka. Artinya, di media sosial mereka kritis, tapi di dunia nyata mereka menunjukkan perilaku politik yang sebaliknya (fanatis atau pragmatis). “Kemungkinan ketiga ini kecil, jika dihubungkan dengan karakteristik masyarakat kelas menengah yang kritis dan rasional,” tandas Fayakhun Andriadi.
Hal yang sama juga terjadi di level parpol menurut Fayakhun Andriadi. Dalam beberapa bulan terakhir, partai ini sedang dirundung citra negatif korupsi yang sangat massif atas dampak isu Setya Novanto. Namun hal ini ternyata tidak mengakibatkan jatuhnya perolehan suara parpol ini. Berdasarkan hasil hitungan cepat, dari 139 paslon yang diusung Partai Golkar, 52 persen berhasil dimenangkan. Partai Nasional Demokrat (NasDem) juga meraih prestasi serupa. Di tengah terpaan isu korupsi yang menggelayuti salah satu kadernya dalam beberapa bulan terakhir ini, NasDem yang mengusung 253 paslon di Pilkada Serentak 2015, berhasil memenangkan 129 pasangan yang diusungnya. (detik.com, 9/12/2015).
Menurut Fayakhun Andriadi tentu ada penjelasan rasional yang sifatnya hipotesis tentang ini: bahwa isu korupsi yang menerpa kedua parpol tersebut masih belum memberikan efek terhadap perilaku pemilih, sebab rentang waktunya masih terhitung pendek. Perilaku pemilih akan terdampak dalam jangka waktu yang lama. Tapi penjelasan ini tidak berlaku pada fenomena dinasti politik Atut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fayakhun Andriadi: Malaysia Mendikte Indonesia

Anggota Komisi I DPR RI, FayakhunAndriadi , menilai Malaysia kini semakin mendikte Indonesia dalam penyelesaian koordinat perbatasan kedua negara dengan cara melakukan diplomasi yang memerlukan waktu yang lama. “Penyelesaian titik koordinat batas wilayah RI-Malaysia melalui jalur diplomasi akan memakan waktu lama dan membutuhkan kemampuan diplomasi yang kuat,” kata salah satu anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) itu di Jakarta, Senin (13/9). Sayangnya, menurut FayakhunAndriadi , kekuatan diplomasi Indonesia tidak tercermin dengan baik saat pertemuan di Kota Kinabalu, Malaysia, 6 September lalu. “Padahal itu dinantikan oleh jutaan warga Indonesia yang sudah geram dengan ‘insiden Tanjung Berakit’ (penangkapan tiga petugas KKP di perairan dekat Pulau Bintan, Provinsi Kepri), yakni kejelasan soal pengakuan Malaysia atas wilayah arsipelago Indonesia berdasarkan Hukum Internasional atau UNCLOS,” katanya. Mengacu kepada UNCLOS yang merupakan salah satu produk PBB, Indonesia sebag

Fayakhun Andriadi dan Potensi Manusia Indonesia

Belakangan ini, politisi Indonesia seringkali mendapatkan stigma kurang baik dari masyarakat. Citra yang melekat, mereka justru jauh dari rakyat yang diwakilinya. Meskipun demikian, tidak sedikit juga politisi yang memperhatikan nasib masyarakat dan memiliki pemikiran yang baik. Salah satunya adalah Fayakhun Andriadi . Dalam sebuah tulisannya di kompasiana.com, politisi muda yang juga Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta ini menyatakan bahwa banyak potensi luar biasa dari manusia Indonesia, Sri Mulyani Indrawati adalah salah satunya. Setelah sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Pemerintahan SBY, ekonomi senior ini kemudian mengundurkan diri pada pertengahan 2010 lalu dan memilih untuk menerima tugas sebagai Managing Director World Bank. Nama lainnya, adalah Sehat Sutarja. Pria kelahiran Jakarta ini pada awalnya hanya bermimpi menjadi montir radio, namun karena kadung jatuh cinta pada dunia elektronika, iapun memutuskan untuk lebih serius dengan menimba ilmu

Fayakhun Andriadi; Pemerintah Tidak Satu Atap Soal Elpiji

Anggota Fraksi Partai Golkar DPR Fayakhun Andriadi menyayangkan sikap sejumlah institusi pemerintah yang tidak satu payung dalam menanggapi berbagai kasus ledakan tabung gas elpiji di berbagai tempat. "Tengok saja realitasnya, tabung gas elpiji itu di bawah kewenangan Kementerian Perindustrian, dan otoritas Kementerian Perdagangan. Sedangkan isi gas-nya di bawah kendali Pertamina, kemudian regulator dan selangnya diatur Kementerian Perdagangan," ungkapnya di Jakarta, Selasa (29/6). Sementara itu, lanjutnya, bila terjadi kecelakaan akibat ledakan gas tersebut, masyarakat spontan menuding ke pihak Pertamina. "Makanya, seharusnya pemerintah dalam melaksanakan konversi gas itu harus satu atap, seperti halnya pompa bensin atau SPBU. Dengan begitu, Pertamina juga harus diberi kewenangan penuh untuk implementasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBBE) layaknya SPBU," ujarnya. Di SPBBE tersebut, menurutnya, masyarakat mendapat layanan one stop solutio