Tidak hanya sistem pendidikan di era orde baru yang
dikritisi oleh Fayakhun Andriadi,
Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta. Sistem pendidikan nasional juga tak lepas
dari sorotannya yang dalam pandangannya telah lepas dari cita-cita awal
pendirian bangsa. Dalam ulsannya di kompasiana.com, Fayakhun menulis :
“Lebih dari setengah abad, sistem pendidikan terbelenggu
oleh kepentingan kekuasaan, menyebabkan pemikiran menjadi sangat sempit.
Pendidikan yang seharusnya membebaskan telah dipakai sebagai alat melanggengkan
kekuasaan, sehingga hanya membawa sebuah kesenjangan sosial yang semakin lebar
antara mereka yang mampu dan mereka yang tidak mampu. Bagi yang mampu membiayai
pendidikannya tentu akan memilih pendidikan yang baik, sehingga nantinya dia
juga akan mendapatkan penghasilan yang tinggi karena pendidikannya tersebut.
Pendidikan dianggap sebagai sebuah batu loncatan bagi narasi ekonomi yang sudah
ada di benak orang tua maupun peserta didik.”
“Pendidikan yang setinggi-tingginya diperoleh hanya untuk
mendapatkan gelar bagi pencapaian taraf ekonomi yang lebih baik. Sangat sedikit
nilai-nilai yang justru menjadi tujuan pendidikan itu sendiri, sehingga sangat
jarang kita melihat perubahan sosialdihasilkan dari proses pendidikan, lanjut Fayakhun.”
Fayakhun kemudian mengajak seluruh komponen bangsa untuk
kembali pada tujuan dan cita-cita pendidikan. “Oleh karena itu, sudah saatnya
sistem pendidikan nasional kita merujuk pada tujuan dan cita-cita idealnya
sebagai pembentuk watak dan karakter yang pada gilirannya mencirikan peradaban
dan martabat bangsa. Pendidikan adalah sarana untuk mencapai tujuan universal
kehidupan sebagai manusia yang utuh, tidak parsial. Manusia yang mampu
memandang dirinya sebagai subjek sejarah yang mampu menganalisa kehidupan diri
dan lingkungannya, atas dasar kemerdekaan, kebebasan dan kedaulatannya,” tutur
Fayakhun.
Lebih jauh Fayakhun menjelaskan, “nilai utama yang
terkandung dalam tujuan tersebut adalah pembangunan watak dan karakter
kebangsaaan (nation character building). Pendidikan harus membantu orang untuk
menjadi manusia yang berwatak. Mohammad Hatta membedakan pendidikan dan
pengajaran. Pendidikan membentuk karakater, pengajaran memberikan pengetahuan
yang dapat digunakan dengan baik oleh anak-anak yang mempunyai karakter. Maka
bagi Hatta yang utama bukanlah sekolah menengah umum atau sekolah kejuruan,
melainkan pendidikan watak yang bisa membuat manusia hidup dalam pergaulan
sesama untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.”
“Watak dan karakter kebangsaan terwujud dengan memaknai
pendidikan sebagai usaha bersama dan menempatkan relasi antara peserta didik
dengan pendidikan serta sistem yang memicu dan memacu kreatifitas. Kreatifitas
itu sendiri akan muncul dengan dukungan sistem pendidikan yang membebaskan,”
tutup Fayakhun.
Komentar
Posting Komentar